Selasa, 28 Februari 2012

Santriwati Telanjang

Terketuk menulis ini karena hati sedikit terusik dengan ulah teman-teman wanita saya yang dengan sengaja menanggalkan jilbab kebanggaan yang sudah dikenakanya selama bertahun-tahun.

Saya katakan bahwa saya bukan orang yang munafik, karena saya pun sebenarnya lebih bergairah ketika melihat wanita yang tidak mengenakan jilbab.

Tubuh wanita itu semuanya Indah, sepakat?
itu alasan mengapa wanita disebut perhisan terindah didunia yang pernah ada.


Pada dasarnya perhisan yang sangat berharga itu seharusnya terus anda jaga, bukan anda pertontonkan layaknya sebuah perlelangan barang yang semua orang dapat melihatnya.

Jujur, hingga saat ini pun saya tidak tahu motif anda hingga sampai hati menanggalkan jilbab.
Apakah sekedar mencari perhatian?
Apakah anda merasa lebih cantik tanpanya?
Apakah anda memang sudah jengah dengan kain penutup kepala yg sudah anda kenakan selama bertahun-tahun?
Apakah anda ingin mendapat banyak pujian karena rambut anda bagus?
Apakah tuntutan profesi yang memaksa anda untuk tidak lagi betuhan?
Apakah anda merasa jibab terlihat kuno dan tidak fashionable?

Saya sama sekali tidak mempermasalahkan mereka yang dari kecil memang tidak terbiasa mengenakan jilbab, terlebih bagi mereka yang non muslim.
Saya hanya mempertanaykan mereka yang inkonsisten untuk mempertahankan jilbabnya.
khusunya teman-teman seperjuangan di Daar el-Qolam.


HIJAB is never opression or compulsion

HIJAB is women's free choice

HIJAB is a great thing that every women can give it for herself

don't think when women wears hijab, means that she ignores fashions or she hasn't a nice taste of clothes but she just reserves herself and do her duty..
i just wanna say :
be proud of your hijab even you're more pretty without........
NOT FOR ANY PERSON BUT ONLY FOR ALLAH.

Thanks.

Jumat, 24 Februari 2012

The Best Parent in the World


Awalnya aku iri padamu kawan. Aku iri pada semua anak di dunia yang memiki orang tua yang sering mengajak jalan-jalan anaknya dan selalu ada waktu untuk keluarganya. Bisa mengobrol dangan ayah itu pasti asyik. Atau bisa curhat pada ibu juga pasti lebih melegakan daripada curhat kepada teman.

Tetapi tidak dengan orangtuaku. Ya, orangtuaku. Mereka adalah manusia sibuk. Ayahku setiap pagi harus pergi mengajar anak anak lain sepertiku, dan pulang di siang hari. Dan malamnya ia pakai untuk mengerjakan tugas tugasnya sebagai guru, memeriksa tugas dan ulangan mereka. Dan sisa waktu luangnya ia gunakan untuk meregangkan otot ototnya.

Tidakkah ia ingat denganku yang masih remaja dan membutuhkan perhatian lebih? Aku ini remaja labil kawan, sedikit di sentuh langsung terjatuh. Aku butuh Ayah yang bisa mendengarkan semua cerita dan keluh kesahku. Dan yang lebih menyakitkan bagiku adalah ketika aku melihat Ayahku sedang mengajar anak anak sepertiku, ia terlihat begitu perhatian kepada anak anak itu. Tetapi tidak denganku. Ya , tidak denganku.

Terlebih lagi ibuku, ia lebih sibuk dari ayahku. Ia terkadang pergi di pagi buta dan pulang malam hari. Atau terkadang pulang sore hari atau siang hari, atau … ah sudahlah tak akan kutuliskan jadwal keseharian ibuku karena aku pun tidak mengerti dengan jadwal ibuku yang tidak tentu itu. Mengingat pekerjaanya sebagai salah satu orang pegawai di lembaga pemerintahan dan memiliki waktu yang mengikat, dan mengingat perannya yang cukup penting di masyarakat membuatnya harus selalu menyediakan waktu untuk masyarakatnya. Lalu sisa waktu luangnya di rumah ia gunakan untuk menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Maka di rumah ia hanya duduk di depan mesin ketik dan setumpuk berkasnya atau tidur untuk meregangkan otot ototnya. Ketika aku mencoba mengobrol dengannya, iya hanya menjawab “hmm” lalu beberapa saat diam, lalu berkata “tadi bilang apa?’ lalu sibuk mengetik.

Kawan, sakali lagi kukatakan padamu, aku ini remaja labil. Aku butuh seorang lelaki yang bisa membuat aku tertawa dan melupakan tumpukkan tugas dan pr dari sekolahku untuk beberapa saat.

Ya, aku iri padamu kawan. Sampai suatu saat ketika sebentar lagi umurku akan merubah statusku. Dari remaja menjadi dewasa. Sesuai dengan Undang Undang Republik Indonesia. Kira kira berapa umurku saat itu? Yap. 16 tahun kawan.

Saat itu, saat aku berusia 16 tahun. aku bicara dengan ayah dan ibuku. Kali ini kami saling menatap wajah, aku mengobrol banyak hal pada mereka. Aku tanyakan semua pertanyaan yang selalu kupendam selama ini. Rasanya nyaman kawan. Nyaman sekali rasanya bisa mengobrol dengan ayah dan ibu, tetapi, walaupun aku senang, saat itu aku melihat wajah ayah dan ibuku dengan seksama. Kau tau kawan? Mata mereka kini tidak lagi cerah seperti dulu, matanya menyiratkan kelelahan, kulit mereka tidak lagi segar, kini mulai tumbuh keriput keriput kecil di sisi mata kanan dan kirinya.

Ya Allah, saat itu aku berpikir… apakah wajah kelelahan itu untukku? Ya kawan, semuanya untukku. Setiap hari mereka berjuang untukku, berjuang agar aku bisa sekolah dan menabung untuk uang kuliahku. Dan karena aku tidak menyadari semua itu, aku biarkan ayahku mengambil rapor sekolahku dengan nilaiku yang tidak memuaskan. Tapi apa katanya kawan? “tak apa apa nak, masih ada semester depan, belajarlah yang rajin ya” ya, itulah yang ia katakan. Ia selalu memotivasiku.

Maka pantaskah aku berharap untuk dibuat tertawa oleh mereka? Pantaskah aku jejali hari hari melelahkan mereka dengan cerita ceritaku yang membosankan? Seharusnya aku yang membuat mereka bahagia dan membuat mereka tertawa. Ya, aku seharusnya berpikir lebih dewasa. Ayah, ibu, maafkan aku.

Dan detik itu juga kawan, aku tidak berpikir bahwa aku iri padamu, tapi aku bangga karena aku punya orangtua terbaik di dunia.

 Terimakasih telah membaca,

" AIR "


Seekor anak rusa tampak berlari kecil di tepian sungai. Ia melompat dari bebatuan satu ke bebatuan lain yang berserakan di sepanjang sungai. Rasa dahaganya yang begitu tak tertahankan tidak melunturkan niatnya untuk mencari mata air yang jernih. Karena di situlah, ia dan ibunya biasa minum.

Sayangnya, karena longsoran tanah tepian sungai, mata air tampak tidak lagi jernih. Warnanya agak kecoklatan. “Ih, kok tidak jernih,” ujar anak rusa sambil mencari aliran mata air ke arah aliran sungai.

Ia terus menelusuri aliran sungai yang berada lebih bawah dari lokasi mata air. Sayangnya, kian ke bawah, semua anak mata air yang ia temui berwarna sama: coklat keruh. Dan kian kebawah, warnanya lebih keruh lagi.

Kecewa dengan apa yang ia temukan, sang anak rusa pun berlari meninggalkan sungai menuju semak-semak di mana ibunya berada.

”Kamu sudah minum, Nak?” tanya sang ibu rusa ketika mendapati anaknya sudah berada di dekatnya.

”Belum, Bu,” ucap sang anak rusa tampak kesal.

”Kenapa? Kan kamu sudah tahu di mana mata air yang jernih itu berada,” sergah sang ibu rusa kemudian.

”Airnya keruh, Bu. Dan semua anak mata air yang berada di bawahnya pun sama, bahkan lebih keruh lagi,” ungkap sang anak rusa tidak mampu lagi menahan kekecewaannya.

Induk rusa pun menghampiri anaknya lebih dekat lagi. ”Anakku, kamu dapat pelajaran baru dari keruhnya mata air,” ucap sang induk rusa tiba-tiba.

”Maksud ibu?” tanya sang anak rusa begitu penasaran.

”Anakku, kalau mata air yang berada di bagian atas sungai keruh, semua aliran anak mata air di bawahnya akan lebih keruh lagi. Begitulah alam mengajarkan kita,” jelas sang ibu rusa diiringi anggukan anaknya.

***

Sahabat,
Ada dahaga ruhani ketika kehidupan di negeri ini kian jauh dari kepuasan jiwa. Orang menjadi begitu jatuh cinta dengan dunia materi, dan tidak lagi perduli dengan orang-orang di sekitarnya.

Pada dahaga itu, orang pun merindukan sumber mata air ruhani nan jernih yang bisa memuaskan rasa haus mereka. Namun, ketika mata air yang berada di atas mulai keruh karena longsoran butiran tanah tepian sungai kehidupan, jangan kecewa ketika anak-anak mata air di bawahnya ditemukan jauh lebih keruh lagi.

Karena begitulah, Allah mengajarkan kita melalui alam ini.

(Sumber : eramuslim.com)

Terimakasih telah membaca, silahkan di share ke rekan anda.
Salam Motivasi!